Ungkapan kasih sayang atau bentuk keromantisan yang populer selama ini diidentikkan dengan bunga, coklat, musik, sastra, atau lebih seringnya dengan pertunjukan kemewahan. Apabila meminjam standar tersebut, ijinkan kami meng-klaim bahwa SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta merupakan salah satu sekolah yang masuk dalam kategori Sekolah Romantis. Tentu saja tidak mungkin kami berani menyebut sedemikian rupa apabila tidak mampu memberikan bukti. Sengaja kami hanya akan memberikan sedikit saja gambaran tentang bentuk keromantisan yang kami miliki, dengan maksud agar para pembaca tulisan ini, teman-teman, sedulur-sedulur atau siapapun saja menjadi penasaran dan berkenan mampir ke tempat kami.
Apabila anda masuk melalui gerbang sebelah
utara, ada pohon kamboja yang siap menyambut siapapun yang datang bak artis
ibukota yang mendapat kalungan bunga. Hampir di seluruh bagian halaman depan sekolah
kami dipenuhi dengan bunga-bunga kamboja yang bertebaran dimana-mana. Bagi yang
beruntung, akan dijatuhi satu dua bunga karena sejuk dan sumilirnya angin yang
berhembus. Memang kemudian petugas kebesihan harus menyisipkan jadwalnya
sebentar untuk menyapu agar tidak terlalu tampak berserakan.
Yang kini menjadi permasalahan
adalah karena kita seringkali ikut terjerumus oleh anggapan bahwa kamboja
adalah bunga yang menyeramkan. Awalnya mungkin memang karena banyak pohon
kamboja yang tumbuh di sekitaran makam (baca ; kuburan). Disedapkan lagi oleh
media yang semakin menguatkan image tersebut dengan meracik program-program acara
tv misteri, yang dibumbui dengan bunga-bunga termasuk kamboja sebagai salah
satu icon sesaji. Padahal bunga tetaplah bunga. Mereka tumbuh dengan begitu
detail indahnya, bukti bahwa tuhan Maha Serius dalam mencipta. Dan, kalau boleh
menduga-duga, bisa saja kamboja dipilih Tuhan untuk tumbuh di sekitaran makam
sebagai salah satu dari berjuta-juta bentuk keromantisan-Nya dalam
mengapresiasi hamba-hambanya yang semasa hidup di dunia selalu berkomitmen
untuk berbuat baik. Hanya saja kadang dangkalnya batas pemahaman kita yang
kemudian menciptakan metode dalam mengkotak-kotakan menjadi dalam berbagai
macam bentuk, jenis dan rupa.
Kita kembali ke sekolah, terdiri
dari gedung kampus utama 3 lantai yang menjadi tempat belajar siswa, bagian
depan berdiri bangunan tua dan joglo yang hingga kini masih kokoh dan merupakan
cagar budaya, serta Masjid Banaran yang menjadi center atau pusat kami
melakukan aktivitas peribadatan. Cerita sedikit, biasanya saat cuaca bersahabat
di lantai paling atas banyak siswa-siswi yang lebih memilih menghabiskan waktu
istirahat untuk berlama-lama disana karena dapat melihat view pemandangan mahal
berupa Gunung Merapi yang cantik sekaligus gagah perkasa di ujung utara Jogja. Merapi
tak munculpun tidak apa-apa, anak-anak tetap dapat berkumpul, bercanda bersama
teman-teman saat jajan di kantin dengan disuguhi suasana yang tak kalah istimewa,
walaupun mungkin menunya sederhana, dudukpun hanya bersila, namun hangat
suasana yang dibangun dibawah joglo dan sekitaran pohon kamboja, tumbuh nuansa
klasik dan menentramkan yang hadir disana. Serasa plesir sebentar ke café-café
pinggir jalan di daerah Eropa. Menjadi kembali segar dan semangat untuk siap
mengikuti berjam-jam belajar didalam kelas.
Dilihat dari ragamnya,
bangunan-bangunan SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta ini seperti suatu kombinasi
atau perpaduan yang cukup menarik. Ada bangunan modern yang diwakili gedung
berlantai tiga, pun ada bangunan klasik berupa joglo dan rumah tua,
disempurnakan dengan keberadaan masjid yang menurut kami dimanapun harus
diutamakan, wajib ada dan bukan hanya sekedar penghias saja. Adanya ketiga
macam bangunan yang berbeda secara tipe maupun fungsi kemudian dijadikan satu tersebut,
seakan memberikan filosofi sebagai berikut: “Selalu berpikirlah maju ke depan,
namun jangan sampai melupakan darimana asalmu dan dimana kamu akan berujung”.
Tanpa kita sadari, seringkali kita digiring untuk ikut berlomba-lomba menjadi
sesuatu. Dalam arti harus menjadi bangsa yang maju, modern, canggih dan lain
sebagainya. Seakan-akan Bangsa yang ideal adalah Bangsa yang seperti mereka. Padahal
kita punya api berwujud jatidiri bangsa yang harus tetap kita jaga agar tetap
menyala. Maksudnya mengikuti perkembangan jaman boleh-boleh saja, namun jangan
sampai meninggalkan kekayaan kebudayaan yang kita punya. Selanjutnya apabila
dikorelasikan antara ketiganya filosofi tersebut berpesan bahwa kita harus selalu
menyertakan Tuhan dalam setiap usaha kita, baik untuk maju maupun menjaga apa
kita punya agar tetap lestari.
Setelah sedikit bercerita
mengenai sekolah, kemudian apabila sesuai tema harus menilai apakah tergolong romantis
atau tidak, itu terserah masing-masing pribadi untuk memutuskannya. Namun sebenarnya
cara menilainya sangat amatlah sederhana, tidak perlu menggunakan metode yang
memusingkan atau standar tinggi yang disampaikan dialenia pertama. Cukup menggunakan
hati kita sendiri untuk serius mendalami kemudian biarkan akal jujur untuk menyetujui.
Pada hakikatnya romantis adalah kondisi dimana seseorang mampu memadukan/
mengelaborasikan diantara satu, dua atau tiga hal yang ada dihadapannya itu sama
sekali tidak mungkin akan terjadi apabila dalam setiap bagiannya TIDAK ADA YANG
TIDAK DICAMPURI OLEH TANGAN TUHAN. Oleh karena itu, seharusnya seseorang yang
baru saja mengalami “kejadian romantis”, biasanya berimbas pada bertambah kuatnya
keimanan yang dimilikinya. Ya mungkin selama ini tidur kita terlalu “nyenyak”
dari kesadaran bahwa Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang. Tuhan terlalu baik
hati, tetap menyediakan matahari untuk bersinar tak peduli sebesar apapun
kesalahan yang kita buat. Tuhanpun berpuasa untuk berkehendak yang semau-mau-Nya,
padahal hanya dengan “Kun” bisa saja Tuhan membalik hidung menjadi menghadap keatas
pada seseorang yang mungkin lalai dengan shalatnya. Dan betapa romatisnya
Tuhan, cinta macam apa itu yang bisa tetap mengasihi dan konsisten mensuplai
rizki pada setiap makhluk yang bahkan mengingkari kekuasaan-nya?
Iya benar sekali, jadi intinya apabila
kita memegang keyakinan itu, disekolah manapun sebenarnya adalah salah satu wujud
dari sekian banyak bentuk ke-romantis-Nya.
Dimanapun, kapanpun dan kepada siapapun Tuhan selalu bersikap romatis. Dengan catatan,
standar kasih sayang yang Tuhan selalu diberikan pada kita tersebut, harus
melulu kita sadari.